Jumat, 14 November 2008

BIOGRAFI SULTAN HAMENGKUBUWUWONO


Sultan Hamengkubuwono X



Nama : Bendoro Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito (Sultan Hamengkubuwono X)

Lahir : Yogyakarta, 2 April 1946

Isteri : Gusti Kanjeng Ratu Hemas

Anak :

  • Gusti Raden Ayu Nurmalitasari
  • Gusti Raden Ayu Nurmagupita
  • Gusti Raden Ayu Nurkamnari Dewi
  • Gusti Raden Ayu Nurabra Juwita
  • Gusti Raden Ayu Nurwijareni

Pendidikan Terakhir : Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (1982)

Karir :

  • Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (1999-2004)
  • Ketua DPD Golkar Daerah Istimewa Yogyakarta

Penghargaan :

  • Gelar Raja : Ngarso Dalem Sampeyan Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping X Ing Ngayogyakarta Hadiningrat
  • Gelar Dewasa : Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi
  • Gelar Putra Mahkota : Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram
  • Nama Kecil : Bendoro Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito

BIOGRAFI

Sang ayah, Sultan Hamengkubuwono (HB) IX, dikenang dengan komitmen "Takhta untuk Rakyat". Sultan HB X masih mewarisi komitmen itu. Ketika gerakan reformasi mulai bergulir di pertengahan Mei 1998, Sultan mengizinkan Alun-Alun Utara dan Pegelaran untuk aksi reformasi damai. Ia sendiri bahkan turun ke jalan, begitu terdengar kabar bahwa Yogyakarta akan dilanda kerusuhan. Aksi massa memang sempat terjadi, beberapa gedung menjadi korban, tapi setelah Sri Sultan muncul, Yogyakarta kembali damai dengan sendirinya.

Dukungan rakyat Yogya terlihat nyata ketika muncul keraguan pemerintah untuk melantik HB X sebagai gubernur Yogyakarta, meski calon gubernur Yogyakarta saat itu hanya satu, Sultan HB X. Pemerintah berpegang pada undang-undang tahun 1974, gubernur diusulkan oleh DPR tingkat I dan usul itu belum masuk ke pemerintah. Sekitar enam juta penduduk Yogyakarta pada tanggal 26 Agustus 1998, turun ke jalan. Mereka menyelenggarakan Mimbar Maklumat Rakyat. Hasilnya, mendaulat Sultan HB X sebagai gubernur pilihan rakyat, 3 Oktober 1998.

Meski tidak memiliki “legitimasi” sebagai pemimpin pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta seperti ayahnya (HB IX berjasa besar dalam mempertahankan pemerintahan republik, mencetuskan serangan 1 Maret di masa revolusi), aktivitas perhatian dan sosial-politik HB X tidak bisa diabaikan. Ia salah satu dari empat tokoh yang di awal masa reformasi mencetuskan Deklarasi Ciganjur. Itulah deklarasi yang mendesak agar pemerintah menyelenggarakan pemilihan umum secepatnya, karena Presiden B.J. Habibie tidak berhak melanjutkan masa kepresidenan Soeharto yang mengundurkan diri.


Tidak ada komentar: